Sabtu, 13 November 2010

7 Alasan Mengapa Kualitas Pendidikan Negara Indonesia Masih Rendah


Jika kita membandingkan bagaimana pendidikan di Negara Indonesia dengan Negara-negara sperti Jepang, Brunei, atau bahkan Amerika Serikat, saya yakin bahwa kalian akan setuju dengan ungkapan saya “kita terlalu jauh untuk menyalip mereka”.Dan taukah kalian apakah penyebab kualitas pendidikan di Negara Indonesia ini tertinggal jauh?padahal jika dibandingkan dengan Negara lain, kekayaan dari Indonesia ini sangat melimpah.

Berikut ini ada 7 alasan utama mengapa kualitas pendidikan Indonesia masih rendah, bahkan sangat rendah.

1. Pembelajaran yang terpaku pada buku paket (KURIKULUM BUKU PAKET)

Di Negara Indonesia, telah beberapa kali berganti kurikulum. Hampir setiap pergantian menteri di Indonesia merubah kurikulum pendidikan di Indonesia. Tetapi bagaimana kondisi dari lapangan?apakah di sekolah mempraktekkan system kurikulum itu dengan baik? Jawabannya adalah “tidak”.dari tahun ayah saya lahir (1960) sampai sekarang, masih banyak para guru yang hanya mengacu pada buku paket. Mereka selalu menggunakan buku paket seolah-olah sebagai satu-satunya pedoman untuk mengajar murid-muridnya. Bahkan pernah, ketika saya menginjak kelas 2 SMA (2006),guru sosiologi saya menggunakan acuan buku paket yang diterbitkan tahun 1994. Nggak berlebihan jika dikatakan buku paket adalah “Kitab Suci” untuk guru kita mengajar.Nggak percaya?silahkan kalian Tanya kepada guru anda sendiri bisa nggak mengajar tanpa dengan selalu terpaku pada buku paket?

2. Gurunya ceramah melulu

Ini dia. Metode pembelajaran yang menjadi favorit para guru. yaitu metode BERCERAMAH. Karena berceramah itu mudah dan ringan, tanpa persiapan banyak, tanpa membutuhkan sarana yang banyak, tanpa persiapan yang rumit, pokoknya mudah banget. Metode ceramah menjadi metode terbanyak yang dipakai guru karena memang hanya itulah metode yang benar-benar dikuasai sebagain besar guru. Banyak guru yang menggunakan metode ini tanpa memperhatikan keadaan murid-muridnya yang diajar. Entah mereka tidur, ngobrol dengan temannya sendiri, atau bahkan seenaknya mengganti topik atau bab yang diajarkan tanpa bertanya kepada muridnya apakah sudah jelas? Yang penting mereka merasa sudah menjelaskan apa isi bab itu dan merasa sudah menjalankan tugasnya dengan baik. Saya yakin anda akan merasa ngantuk jika mendapati guru yang mengaplikasikan metode favoritnya tersebut.

3. Sarana prasarana dari regulator kurang

Pemerintah memberikan pelatihan pengajaran yang PAIKEM (dulunya PAKEM) dengan tanpa memberikan pelatihan yang benar-benar memberi dampak dan pengaruh. Karena itu, guru yang mengikuti pelatihan tidak tau maksud yang dijelaskan dalam pelatihan itu. Hasilnya malah sebaliknya, pelatihan metode PAIKEM oleh pemerintah dilaksanakan dengan CERAMAH!

Selain itu lihatlah di sekolah-sekolah, adakah perpustakaan yang menjadi tempat paling favorit para siswa? perpustakaan menjadi tempat paling hening di sekolah, tak ada siswanya. Mau membaca apa, jika di perpustakaan hanya berisi buku pelajaran melulu. Atau lihatlah sarana-sarana pembelajaran, sudah lengkaplah sarana pembelajaran di sekolah-sekolah?

4. Peraturan yang membelenggu

Ini tentang KTSP, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, yang seharusnya sekolah memiliki kurikulum sendiri sesuai dengan karakteristiknya. Namun apa yang terjadi? Karena tuntutan RPP, SILABUS yang “membelenggu” kreatifitas guru dan sekolah dalam mengembangkan kekuatannya. Yang terjadi RPP banyak yang jiplakan (bahkan ada lho RPP dijual bebas, siapapun boleh meniru). Padahal RPP seharusnya unik sesuai dengan kondisi masing-masing sekolah. Administrasi-administrasi yang “membelenggu” guru, yang menjadikan guru lebih terfokus pada administrator, sehingga guru lupa fungsi utama lainnya sebagai mediator, motivator, akselerator, fasilitator, dan tor-tor lainnya.

5. Guru tidak mengajari keterampilan bertanya, sedangkan murid tidak berani bertanya

Perhatikan keadaan di dalam kelasmu saat proses pembelajaran berlangsung. Sepertinya sudah sudah diatur,guru seperti menjalankan puluhan robot dalam waktu bersamaan. Anak duduk rapi, tangan dilipat di meja, mata menyimak papan tulis, duduk dengan posisi tegak, dan mendengarkan guru menjelaskan. Anak “dipaksa” mendengar dan menerima informasi sejak pagi hingga siang. Anak diajarkan cara menyimak dan mendengarkan penjelasan guru, sementara kompetensi bertanya tak disentuh. Kita dilatih sejak TK untuk diam saat guru menerangkan tetapi anak tidak dilatih untuk bertanya. Akibatnya anak tidak berani bertanya.dan ketika guru selesai menjelaskan, guru meminta anak untuk bertanya. Heninglah suasana kelas. Yang bertanya biasanya anak-anak itu saja.

6. Guru yang kurang kreatif

Taukah anda? negara FINLANDIA adalah negara ranking pertama kualitas pendidikannya.Di dalam ujian guru memberikan soal terbuka.Apa sih maksud dari pertanyaan terbuka? Maksudnya, siwa boleh menjawab soal dengan membaca buku. Bahasa bulenya “open book”. Tetapi Di Indoneisa? Weits! tunggu dulu, nanti banyak yang nggak belajar dan mengandalkan buku donk! begitu kilah seorang guru. Guru Indonesia belum siap menerapkan ini karena masih kesulitan membuat soal terbuka. Soal terbuka seolah-olah beban berat. Mendingan soal tertutup atau soal pilihan ganda, menilainya mudah, begitu kira-kira kilah guru.

Membuat soal terbuka memang membutuhkan kreatifitas dan pemahaman, mungkin guru di Indoensia belum memiliki kedua kompetensi itu.

7. MENYONTEK

Tradisi siswa menyontek itu biasa terjadi.Sudah menjadi kewajiban malah. Diantara kalian apakah ada yang belum pernah menyontek? Saya yakin semuanya pernah menyontek. Tetapi jika guru yang menyontek? Wow.. ini menyedihkan. Sebagai contoh, lihatlah tes-tes yang diikuti guru. Virus menyontek telah merasuki sosok guru.

Seorang teman, saat menjadi pengawas UN menyita kertas-kertas kecil yang menjadi contekan anak-anak. DI sekolah lain, guru menyebarkan jawaban soal UN kepada siswa-siswanya dengan tujuan agar siswa-siswanya lulus ujian. Bahkan tidak jarang ada guru yang menjual kunci jawaban kepada muridnya. Kalau sudah begini, lantas apa donk pencapaian dari proses pembelajaran yang mereka ajarkan?

Menyontek itu wajar, tetapi jika kalian selalu menggantungkan nasib kalian dengan menyontek itu tidak akan baik hasil nantinya. Mau bukti? Sekarang saya kasih contoh. Anda adalah seorang siswa kelas 2 SMA.Ketika ada ujian matematika, semua jawaban dari atas sampai akhir kertas foliomu didapat dari seorang teman sebangku anda yang memang dikerjakan sendiri. Setelah guru mengoreksi hasil jawaban, guru merasa curiga dan kembali mengetes Anda sendiri dengan gaya soal yang sama tetapi dengan angka-angka yang berbeda. Apa yang bisa anda perbuat sekarang?menyontek? menyontek siapa?

Menyontek membuat kita seolah-olah tidak menghargai hasil pekerjaan sendiri, hasil pemikiran sendiri. Siswa dan guru terjebak kepada yang penting dapat nilai besar, yang penting LULUS.

1 komentar: